Jumat, 20 Desember 2013

KONSEP BISNIS RASULULLAH


KONSEP BISNIS RASULULLAH
I.                  PENDAHULUAN
       Kelahiran Nabi Muhammad merupakan peristiwa yang tiada bandingnya dalam sejarah umat manusia, karena kehadirannya telah membuka zaman baru dalam pembangunan peradaban dunia bahkan alam semesta (rahmatul-lil’alamin 21:107). Beliau adalah utusan Allah SWT yang terakhir sebagai pembawa kebaikan dan kemaslahatan bagi seluruh umat manusia. 
       Kesuksesan Nabi Muhammad Saw pun telah banyak dibahas para ahli sejarah, baik sejarawan Islam maupun sejarawan Barat. Salah satu sisi kesuksesan Nabi Muhammad adalah kiprahnya sebagai seorang padagang (wirausahawan). Namun, sisi kehidupan Nabi Muhammad sebagai pedagang dan pengusaha kurang mendapat perhatian dari kalangan ulama, oleh karena itu dalam pembahasan kali ini kita perlu merekonstruksi sisi tijarah Nabi Muhammad Saw, khususnya manajemen bisnis yang beliau terapkan sehingga mencapai sukses spektakuler di zamannya.
II.               PERMASALAHAN
A.    Bagaimana perkembangan karir bisnis Muhammad Saw?
B.     Bagaimana aktivitas bisnis Muhammad Saw.?
C.     Implementasi manajemen bisnis Rasulullah Saw.
III.           PEMBAHASAN
A.    Perkembangan Karir Bisnis Muhammad Saw
       Jiwa kewirausahaan (entrepreneurship) dalam diri Muhammad Saw tidak terjadi begitu saja, tetapi hasil dari suatu proses panjang dan dimulai sejak beliau masih kecil. (Antonio, 2008). Jauh sebelum diangkat menjadi Nabi dan Rasulullah, beliau sudah dikenal sebagai pedagang. Bahkan, sejak kecil, putra dari pasangan Abdullah dan Aminah ini telah menunjukkan kesungguhannya terjun dalam bidang bisnis atau kewirausahaan(entrepreneurship).
       Muhammad Saw mulai merintis karir dagangnya saat berusia 12 tahun dan
memulai usahanya sendiri ketika berumur 17 tahun. Pekerjaan sebagai pedagang
terus dilakukan hingga menjelang beliau menerima wahyu (berusia sekitar 37
tahun). Kenyataan ini menegaskan; Muhammad Saw telah menekuni dunia bisnis
selama lebih kurang 25 tahun. Lebih lama dari masa kerasulan beliau yang
berlangsung sekitar 23 tahun.[1]
       Terjunnya Muhammad Saw dalam perniagaan sejak dini, tidak terlepas dari
kenyataan yang menuntut beliau untuk belajar hidup mandiri. Maklumlah, tatkala
usia 6 tahun, Muhammad kecil sudah ditinggal wafat kedua orangtuanya. Sejak
itu beliau sempat diasuh sang kakek, Abdul Muthalib, dan dilanjutkan pamannya,
Abu Thalib, yang sangat sederhana kehidupan ekonominya. Kondisi ekonomi keluarga sang paman yang pas-pasan, membuat Muhammad Saw merasa harus berusaha untuk meringankan bebannya. Beliau pun sempat bekerja “serabutan”; membantu tetangga merapihkan pekarangannya, memikul batu untuk sedikit upah atau mengambil kayu bakar dari hutan atau semak belukar lalu menjualnya di pasar. Muhammad Saw kecil melakukukan apa saja yang “halal” untuk memperkecil ketergantungannya kepada sang paman. Muhammad melakukan pekerjaan yang biasa dikerjakan anak-anak seusianya.
       Tatkala merasa mampu bekerja sendiri, beliau mulai menggembala kambing milik penduduk Makkah dan menerima upah atas jasanya itu. Kegiatan menggembala kambing mengandung nilai-nilai yang luhur: pendidikan rohani, latihan merasakan kasih sayang kepada kaum lemah, serta kemampuan mengendalikan pekerjaan berat dan besar .[2]
Berikut ini hikmah atau pengaruh dari kegiatan menggembala kambing terhadap
unsur-unsur manajemen:
pathfinding (mencari)         à padang gembalaan yang subur
directing (mengarahkan)    à menggiring ternak ke padang gembalaan subur
controlling (mengawasi)     àagar tidak tersesat atau terpisah dari kelompok
protecting (melindungi)      à dari hewan pemangsa dan pencuri
reflecting (perenungan)      à alam manusia dan Tuhan
       Menjelang usia dewasa, beliau memutuskan untuk memilih sektor perdagangan sebagai karirnya. Beliau menyadari bahwa pamannya bukanlah orang yang kaya namun memiliki beban keluarga yang cukup besar . Oleh karena itu Muhammad muda berpikir untuk berdagang. Terlebih lagi, sebagai salah seorang dari anggota keluarga besar suku Quraisy yang umumnya pedagang, Muhammad Saw diharapkan menjadi pedagang pula.
       Rupanya, kondisi dan pengalaman berdagang masa kecil telah menempa diri
Muhammad sehingga dikemudian hari beliau menjadi seorang wirausahawan
yang handal dan sukses. Apalagi, nilai-nilai kejujuran, kedisiplinan, dan semangat
pantang menyerah sudah tampak pada pribadi Insan pilihan Allah ini. Tampak
jelas bahwa Muhammad muda ingin sekali untuk bisa hidup mandiri. Dalam
sebuah riwayat beliau bersabda,:
 “Tidak seorang pun pernah memakan makanan yang lebih baik, daripada yang dimakan dari hasil kerja dengan tangannya sendiri. Nabi Daud As pun biasa makan hasil kerja tangannya” (HR. Bukhari).
       Ketika merintis karir di bidang bisnis, beliau mulai berdagang kecil-kecilan di
kota Makkah. Muhammad Saw membeli barang-barang dari suatu pasar, lalu
menjualnya kepada orang-orang. Fakta ini kian menegaskan, pekerjaan sebagai
pedagang sudah dilakukan oleh Muhammad Saw, jauh sebelum beliau menikah
dengan Khadijah.
       Muhammad Saw sempat menerima modal dari para investor serta anak-anak
yatim yang tidak sanggup menjalankan sendiri dana peninggalan orangtuanya.
Mereka sangat mempercayai Muhammad Saw untuk menjalankan bisnis dengan
uang mereka berdasarkan kerjasama mudharabah.
       Mudharabah adalah akad kerjasama antara dua pihak dalam suatu usaha atau
proyek tertentu. Pihak pertama (malik, shahib al-maal) menyediakan seluruh
modal, pihak kedua (amil, mudharib, nasabah) bertindak selaku manajer atau
pengelola. Keuntungan usaha dibagi sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam
kontrak. Tetapi, jika terjadi kerugian akan ditinjau secara adil.
       Seandainya kerugian timbul akibat risiko bisnis, akibat cuaca, gempa, atau force majeur lainnya, maka akan ditanggung oleh pemilik modal. Namun bila kerugian karena keteledoran atau kecurangan pengelola usaha, maka si pengelola atau manajer wajib bertanggungjawab atas kerugian tersebut.
       Kehandalan Muhammad Saw dalam berbisnis, ditunjang oleh pengetahuannya
yang luas mengenai wilayah tujuan dagang yang strategis. Tatkala menjejakkan
kakinya ke Bahrain, umpamanya, menurut satu riwayat Imam Ahmad, Muhammad Saw pernah menerima utusan salah satu kabilah dari Bahrain. Kepada utusan itu beliau menanyakan, siapa pemimpinnya? Utusan tersebut menjawab, pemimpinnya adalah Al-Ashajj. Setelah Muhammad Saw bertemu Al-Ashajj, beliau bertanya kepadanya berbagai hal dan mengenai orang-orang terkemuka. Muhammad Saw pun menyinggung perihal kota-kota perdagangan di Bahrain seperti Safa, Mushaqqar, dan Hijar. Al-Ashajj sangat terkejut dengan luasnya wawasan geografis dan pengetahuan tentang sentra-sentra komersial Muhammad Saw . Katanya, “Sungguh! Anda lebih tahu tentang negeri saya dari pada saya sendiri. Anda juga lebih banyak mengenal kota-kota di negeri saya daripada yang saya ketahui.” Lalu Muhammad Saw berkata, “Saya mendapat kesempatan menjelajahi negeri Anda, dan saya telah diperlakukan dengan baik. Di usia muda, Muhammad Saw memang sudah menjadi pedagang regional karena daerah perdagangannya meliputi hampir seluruh Jazirah Arab.
B.     Aktivitas Bisnis Muhammad Saw.
       Reputasi Nabi Muhammad dalam dunia bisnis dilaporkan antara lain oleh Muhaddits Abdul Razzaq. Ketika mencapai usia dewasa beliau memilih perkerjaan sebagai pedagang/wirausaha. Pada saat belum memiliki modal, beliau menjadi manajer perdagangan para investor (shohibul mal) berdasarkan bagi hasil. Seorang investor besar Makkah, Khadijah, mengangkatnya sebagai manajer ke pusat perdagangan Habshah di Yaman. Kecakapannya sebagai wirausaha telah mendatangkan keuntungan besar baginya dan investornya.Tidak satu pun jenis bisnis yang ia tangani mendapat kerugian. Ia juga empat kali memimpin ekspedisi perdagangan untuk Khadijah ke Syiria, Jorash, dan Bahrain di sebelah timur Semenanjung Arab.
       Dalam literatur sejarah disebutkan bahwa di sekitar masa mudanya, Nabi Saw banyak dilukiskan sebagai Al-Amin atau Ash-Shiddiq dan bahkan pernah mengikuti pamannya berdagang ke Syiria pada usia anak-anak, 12 tahun.
       Lebih dari dua puluh tahun Nabi Muhammad Saw berkiprah di bidang wirausaha (perdagangan), sehingga beliau dikenal di Yaman, Syiria, Basrah, Iraq, Yordania, dan kota-kota perdagangan di Jazirah Arab. Namun demikian, uraian mendalam tentang pengalaman dan keterampilan dagangnya kurang memperoleh pengamatan selama ini.
       Sejak sebelum menjadi mudharib (fund manager) dari harta Khadijah, ia kerap melakukan lawatan bisnis, seperti ke kota Busrah di Syiria dan Yaman. Dalam Sirah Halabiyah dikisahkan, ia sempat melakukan empat lawatan dagang untuk Khadijah, dua ke Habsyah dan dua lagi ke Jorasy, serta ke Yaman bersama Maisarah. Ia juga melakukan beberapa perlawatan ke Bahrain dan Abisinia. Perjalanan dagang ke Syiria adalah perjalanan atas nama Khadijah yang kelima, di samping perjalanannya sendiri- yang keenam-termasuk perjalanan yang dilakukan bersama pamannya ketika Nabi berusia 12 tahun.
       Di pertengahan usia 30-an, ia banyak terlibat dalam bidang perdagangan seperti kebanyakan pedagang-pedagang lainnya. Tiga dari perjalanan dagang Nabi setelah menikah, telah dicatat dalam sejarah: pertama, perjalanan dagang ke Yaman, kedua, ke Najd, dan ketiga ke Najran. Diceritakan juga bahwa di samping perjalanan-perjalanan tersebut, Nabi terlibat dalam urusan dagang yang besar, selama musim-musim haji, di festival dagang Ukaz dan Dzul Majaz. Sedangkan musim lain, Nabi sibuk mengurus perdagangan grosir pasar-pasar kota Makkah. Dalam menjalankan bisnisnya Nabi Muhammad jelas menerapkan prinsip-prinsip manajemen yang jitu dan handal sehingga bisnisnya tetap untung dan tidak pernah merugi.[3]
C.    Implementasi Manajemen Bisnis Muhammad Saw.
       Jauh sebelum Frederick W. Taylor (1856-1915) dan Henry Fayol mengangkat prinsip manajemen sebagai suatu disiplin ilmu, Nabi Muhammad Saw. sudah mengimplementasikan nilai-nilai manajemen dalam kehidupan dan praktek bisnisnya. Ia telah dengan sangat baik mengelola proses, transaksi, dan hubungan bisnis dengan seluruh elemen bisnis serta pihak yang terlihat di dalamnya. Bagaimana gambaran beliau mengelola bisnisnya, Prof. Afzalul Rahman dalam buku Muhammad A Trader, mengungkapkan:
"Muhammad did his dealing honestly and fairly and never gave his customers to complain. He always kept his promise and delivered on time the goods of quality mutually agreed between the parties. He always showed a gread sense of responsibility and integrity in dealing with other people". Bahkan dia mengatakan: "His reputation as an honest and truthful trader was well established while he was still in his early youth".
       Berdasarkan tulisan Afzalurrahman di atas, dapat diketahui bahwa Nabi Muhammad adalah seorang pedagang yang jujur dan adil dalam membuat perjanjian bisnis. Ia tidak pernah membuat para pelanggannya komplen. Dia sering menjaga janjinya dan menyerahkan barang-barang yang di pesan dengan tepat waktu. Dia senantiasa menunjukkan rasa tanggung jawab yang besar dan integritas yang tinggi dengan siapapun. Reputasinya sebagai seorang pedagang yang jujur dan benar telah dikenal luas sejak beliau berusia muda.
       Dasar-dasar etika dan menejemen bisnis tersebut, telah mendapat legitimasi keagamaan setelah beliau diangkat menjadi Nabi. Prinsip-prinsip etika bisnis yang diwariskan semakin mendapat pembenaran akademis di penghujung abad ke-20 atau awal abad ke-21. Prinsip bisnis modern, seperti tujuan pelanggan dan kepuasan konsumen (costumer satisfaction), pelayanan yang unggul (service exellence), kompetensi, efisiensi, transparansi, persaingan yang sehat dan kompetitif, semuanya telah menjadi gambaran pribadi, dan etika bisnis Muhammad Saw ketika ia masih muda.
       Pada zamannya, ia menjadi pelopor perdagangan berdasarkan prinsip kejujuran, transaksi bisnis yang fair, dan sehat. Ia tak segan-segan mensosialisasikannya dalam bentuk edukasi langsung dan statemen yang tegas kepada para pedagang. Pada saat beliau menjadi kepala negara, law enforcement benar-benar ditegakkan kepada para pelaku bisnis nakal. Beliau pula yang memperkenalkan asas "Facta Sur Servanda" yang kita kenal sebagai asas utama dalam hukum perdata dan perjanjian. Di tangan para pihaklah terdapat kekuasaan tertinggi untuk melakukan transaksi, yang dibangun atas dasar saling setuju "Sesungguhnya transaksi jual-beli itu (wajib) didasarkan atas saling setuju (ridla)…." Terhadap tindakan penimbunan barang, beliau dengan tegas menyatakan: "Tidaklah orang yang menimbun barang (ihtikar) itu, kecuali pasti pembuat kesalahan (dosa)!!!"
       Sebagai debitor, Nabi Muhammad tidak pernah menunjukkan wanprestasi (default) kepada krediturnya. Ia kerap membayar sebelum jatuh tempo seperti yang ditunjukkannya atas pinjaman 40 dirham dari Abdullah Ibn Abi Rabi’. Bahkan kerap pengembalian yang diberikan lebih besar nilainya dari pokok pinjaman, sebagai penghargaan kepada kreditur. Suatu saat ia pernah meminjam seekor unta yang masih muda, kemudian menyuruh Abu Rafi’ mengembalikannnya dengan seekor unta bagus yang umurnya tujuh tahun. "Berikan padanya unta tersebut, sebab orang yang paling utama adalah orang yang menebus utangnya dengan cara yang paling baik" (HR.Muslim).
       Sebagaimana disebut diawal, bahwa penduduk Makkah sendiri memanggilnya dengan sebutan Al-Shiddiq (jujur) dan Al-Amin (terpercaya). Sebutan Al-Amin ini diberikan kepada beliau dalam kapasitasnya sebagai pedagang. Tidak heran jika Khadijah pun menganggapnya sebagai mitra yang dapat dipercaya dan menguntungkan, sehingga ia mengutusnya dalam beberapa perjalanan dagang ke berbagai pasar di Utara dan Selatan dengan modalnya. Ini dilakukan kadang-kadang dengan kontrak biaya (upah), modal perdagangan, dan kontrak bagi hasil.
Dalam dunia manajemen, kata benar digunakan oleh Peter Drucker untuk merumuskan makna efisiensi dan efektivitas. Efisiensi berarti melakukan sesuatu secara benar (do thing right), sedangkan efektivitas adalah melakukan sesuatu yang benar (do the right thing).
       Efisiensi ditekankan pada penghematan dalam penggunaan input untuk menghasilkan suatu output tertentu. Upaya ini diwujudkan melalui penerapan konsep dan teori manajemen yang tepat. Sedangkan efektivitas ditekankan pada tingkat pencapaian atas tujuan yang diwujudkan melalui penerapan leadership dan pemilihan strategi yang tepat.
IV.           KESIMPULAN
                         Rasulullah SAW adalah seorang pebisnis dan pedagang yang handal. Visi beliau dalam berdagang hanya satu, yaitu: “Bahwa transaksi bisnis sama sekali tidak ditujukan untuk memupuk kekayaan pribadi, namun justru untuk membangun kehormatan dan kemuliaan bisnis dengan etika yg tinggi. Adapun hasil yang didapat harus didistribusikan ke sebanyak mungkin umat.”[4]
                 Prinsip yang beliau pegang cukup 3 hal saja, yaitu:
                 1. Jujur
                  2. Saling menguntungkan kedua pihak    
                  3. Hanya menjual produk yang bermutu tinggi
                        Sejumlah hadits yang memberikan tuntunan perdagangan menunjukkan bahwa Muhammad Saw mengetahui seluk-beluk bisnis. Beliau memahami strategi supaya perdagangan bisa berhasil. Beliau mengetahui sifat dan perilaku yang merusak atau menghambat bisnis perdagangan. Lebih dari itu, Muhammad Saw memahami berbagai hal yang merusak sistem pasar secara keseluruhan, seperti kecurangan timbangan, menyembunyikan cacat barang yang dijual, riba, gharar,dan sebagainya. Beliau telah membuktikan, kesuksesan dalam bisnis dapat dicapai tanpa menggunakan cara-cara terlarang. Catatan yang menegaskan bahwa Muhammad Saw  tetap menekuni dunia bisnis setelah menikah, didukung dengan sifat kemandirian beliau yang telah tertanam sejak kecil. Perjalanan karir Muhammad Saw  di bidang perdagangan dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Pada usia 12 tahun, Muhammad Saw telah mengenal perdagangan yang dapat diistilahkan dengan magang (internship).
-          - Hal ini terus dilakukan sampai usia 17 tahun ketika beliau telah mulai membuka usaha sendiri. Pada usia ini beliau sudah menjadi seorang business manager. Dalam perkembangan selanjutnya, ketika pemilik modal Makkah mempercayakan pengelolaan perdagangan mereka kepada Muhammad Saw beliau menjadi seorang investment manager.
-          - Saat berusia 25 tahun dan menikah dengan Khadijah, Muhammad Saw tetap mengelola perdagangannya sebagai mitra bisnis Khadijah. Dengan demikian beliau termasuk sebagai business owner .
-         -  Menginjak usia 30-an, Muhammad Saw  menjadi seorang investor dan mulai memiliki banyak waktu untuk memikirkan kondisi masyarakat. Pada saat ini Muhammad Saw sudah mencapai apa yang disebut sebagai kebebasan uang (financial freedom)dan waktu. Sejak itulah beliau mulai sering menyendiri (tahannuts) ke Gua Hira‟. Hal ini dilakukan hingga mendapat wahyu pertama pada usia 40 tahun. Periode baru dalam hidup Muhammad Saw sebagai seorang Nabi dan Rasul dimulai.
V.              PENUTUP
                        Demikianlah uraian yang dapat saya sampaikan dalam makalah ini. Sebagai manusia biasa, tentunya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari para pembaca sangat kami nantikan demi kesempurnaan makalah dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat bagi saya pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
  
DARTAR PUSTAKA
·         Antonio, Muhammad Syafii, Muhammad : the Super Leader Super Manager, ProLM& Tazkia Publishing, 2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar