KONSEP BISNIS RASULULLAH
I.
PENDAHULUAN
Kelahiran Nabi Muhammad merupakan
peristiwa yang tiada bandingnya dalam sejarah umat manusia, karena kehadirannya
telah membuka zaman baru dalam pembangunan peradaban dunia bahkan alam semesta
(rahmatul-lil’alamin 21:107). Beliau adalah utusan Allah SWT yang terakhir
sebagai pembawa kebaikan dan kemaslahatan bagi seluruh umat manusia.
Kesuksesan
Nabi Muhammad Saw pun telah banyak dibahas para ahli sejarah, baik sejarawan
Islam maupun sejarawan Barat. Salah satu sisi kesuksesan Nabi Muhammad adalah
kiprahnya sebagai seorang padagang (wirausahawan). Namun, sisi kehidupan Nabi
Muhammad sebagai pedagang dan pengusaha kurang mendapat perhatian dari kalangan
ulama, oleh karena itu dalam pembahasan kali ini kita perlu merekonstruksi sisi
tijarah Nabi Muhammad Saw, khususnya manajemen bisnis yang beliau terapkan
sehingga mencapai sukses spektakuler di zamannya.
II.
PERMASALAHAN
A. Bagaimana perkembangan karir
bisnis Muhammad Saw?
B.
Bagaimana aktivitas bisnis Muhammad Saw.?
C.
Implementasi
manajemen bisnis Rasulullah Saw.
III.
PEMBAHASAN
A.
Perkembangan
Karir Bisnis Muhammad Saw
Jiwa kewirausahaan (entrepreneurship) dalam diri Muhammad Saw
tidak terjadi begitu saja, tetapi hasil dari suatu proses panjang dan dimulai
sejak beliau masih kecil. (Antonio, 2008). Jauh sebelum diangkat menjadi Nabi
dan Rasulullah, beliau sudah dikenal sebagai pedagang. Bahkan, sejak kecil,
putra dari pasangan Abdullah dan Aminah ini telah menunjukkan kesungguhannya
terjun dalam bidang bisnis atau kewirausahaan(entrepreneurship).
Muhammad Saw mulai
merintis karir dagangnya saat berusia 12 tahun dan
memulai usahanya sendiri ketika
berumur 17 tahun. Pekerjaan sebagai pedagang
terus dilakukan hingga
menjelang beliau menerima wahyu (berusia sekitar 37
tahun). Kenyataan ini
menegaskan; Muhammad Saw telah menekuni dunia bisnis
selama lebih kurang 25 tahun.
Lebih lama dari masa kerasulan beliau yang
berlangsung sekitar 23 tahun.[1]
Terjunnya Muhammad
Saw dalam perniagaan sejak dini, tidak terlepas dari
kenyataan yang menuntut beliau
untuk belajar hidup mandiri. Maklumlah, tatkala
usia 6 tahun, Muhammad kecil
sudah ditinggal wafat kedua orangtuanya. Sejak
itu beliau sempat diasuh sang
kakek, Abdul Muthalib, dan dilanjutkan pamannya,
Abu Thalib, yang sangat sederhana
kehidupan ekonominya. Kondisi ekonomi keluarga sang paman yang pas-pasan,
membuat Muhammad Saw merasa harus berusaha untuk meringankan
bebannya. Beliau pun sempat bekerja “serabutan”; membantu tetangga merapihkan
pekarangannya, memikul batu untuk sedikit upah atau mengambil kayu bakar dari
hutan atau semak belukar lalu menjualnya di pasar. Muhammad Saw kecil
melakukukan apa saja yang “halal” untuk memperkecil
ketergantungannya kepada sang paman. Muhammad melakukan pekerjaan yang biasa
dikerjakan anak-anak seusianya.
Tatkala merasa mampu
bekerja sendiri, beliau mulai menggembala kambing milik penduduk Makkah dan menerima
upah atas jasanya itu. Kegiatan menggembala kambing mengandung nilai-nilai
yang luhur: pendidikan rohani, latihan merasakan kasih sayang kepada
kaum lemah, serta kemampuan mengendalikan pekerjaan berat dan besar .[2]
Berikut ini hikmah atau
pengaruh dari kegiatan menggembala kambing terhadap
unsur-unsur manajemen:
pathfinding (mencari) à padang gembalaan
yang subur
directing (mengarahkan) à menggiring ternak
ke padang gembalaan subur
controlling (mengawasi) àagar tidak tersesat
atau terpisah dari kelompok
protecting (melindungi) à dari hewan pemangsa
dan pencuri
reflecting (perenungan) à alam manusia dan
Tuhan
Menjelang usia
dewasa, beliau memutuskan untuk memilih sektor perdagangan sebagai karirnya. Beliau
menyadari bahwa pamannya bukanlah orang yang kaya namun memiliki beban keluarga
yang cukup besar . Oleh karena itu Muhammad muda berpikir untuk berdagang.
Terlebih lagi, sebagai salah seorang dari anggota keluarga besar suku Quraisy
yang umumnya pedagang, Muhammad Saw diharapkan menjadi pedagang pula.
Rupanya, kondisi dan
pengalaman berdagang masa kecil telah menempa diri
Muhammad sehingga dikemudian
hari beliau menjadi seorang wirausahawan
yang handal dan sukses.
Apalagi, nilai-nilai kejujuran, kedisiplinan, dan semangat
pantang menyerah sudah tampak
pada pribadi Insan pilihan Allah ini. Tampak
jelas bahwa Muhammad muda ingin
sekali untuk bisa hidup mandiri. Dalam
sebuah riwayat beliau bersabda,:
“Tidak seorang pun pernah memakan makanan yang lebih baik,
daripada yang dimakan dari hasil kerja dengan tangannya sendiri. Nabi Daud
As pun biasa makan hasil kerja tangannya” (HR. Bukhari).
Ketika merintis
karir di bidang bisnis, beliau mulai berdagang kecil-kecilan di
kota Makkah. Muhammad Saw
membeli barang-barang dari suatu pasar, lalu
menjualnya kepada orang-orang.
Fakta ini kian menegaskan, pekerjaan sebagai
pedagang sudah dilakukan oleh
Muhammad Saw, jauh sebelum beliau menikah
dengan Khadijah.
Muhammad Saw sempat
menerima modal dari para investor serta anak-anak
yatim yang tidak sanggup
menjalankan sendiri dana peninggalan orangtuanya.
Mereka sangat mempercayai
Muhammad Saw untuk menjalankan bisnis dengan
uang mereka berdasarkan kerjasama
mudharabah.
Mudharabah adalah
akad kerjasama antara dua pihak dalam suatu usaha atau
proyek tertentu. Pihak pertama
(malik, shahib al-maal) menyediakan seluruh
modal, pihak kedua (amil, mudharib,
nasabah) bertindak selaku manajer atau
pengelola. Keuntungan usaha
dibagi sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam
kontrak. Tetapi, jika terjadi
kerugian akan ditinjau secara adil.
Seandainya kerugian
timbul akibat risiko bisnis, akibat cuaca, gempa, atau force majeur lainnya, maka akan
ditanggung oleh pemilik modal. Namun bila kerugian karena keteledoran atau
kecurangan pengelola usaha, maka si pengelola atau manajer wajib bertanggungjawab
atas kerugian tersebut.
Kehandalan Muhammad
Saw dalam berbisnis, ditunjang oleh pengetahuannya
yang luas mengenai wilayah
tujuan dagang yang strategis. Tatkala menjejakkan
kakinya ke Bahrain, umpamanya,
menurut satu riwayat Imam Ahmad, Muhammad Saw pernah menerima
utusan salah satu kabilah dari Bahrain. Kepada utusan itu beliau menanyakan, siapa pemimpinnya? Utusan tersebut
menjawab, pemimpinnya adalah
Al-Ashajj. Setelah Muhammad Saw bertemu Al-Ashajj, beliau
bertanya kepadanya berbagai hal dan mengenai orang-orang
terkemuka. Muhammad Saw pun menyinggung perihal kota-kota
perdagangan di Bahrain seperti Safa, Mushaqqar, dan Hijar. Al-Ashajj sangat
terkejut dengan luasnya wawasan geografis dan pengetahuan tentang
sentra-sentra komersial Muhammad Saw . Katanya, “Sungguh! Anda lebih tahu tentang negeri
saya dari pada saya sendiri. Anda juga lebih banyak
mengenal kota-kota di negeri saya daripada yang saya
ketahui.” Lalu Muhammad Saw berkata, “Saya mendapat
kesempatan menjelajahi negeri Anda, dan saya telah diperlakukan dengan
baik. Di usia muda, Muhammad Saw memang sudah menjadi pedagang
regional karena daerah perdagangannya meliputi hampir seluruh Jazirah
Arab.
B.
Aktivitas Bisnis Muhammad
Saw.
Reputasi Nabi Muhammad dalam dunia bisnis
dilaporkan antara lain oleh Muhaddits Abdul Razzaq. Ketika mencapai usia dewasa
beliau memilih perkerjaan sebagai pedagang/wirausaha. Pada saat belum memiliki
modal, beliau menjadi manajer perdagangan para investor (shohibul mal)
berdasarkan bagi hasil. Seorang investor besar Makkah, Khadijah, mengangkatnya
sebagai manajer ke pusat perdagangan Habshah di Yaman. Kecakapannya sebagai wirausaha
telah mendatangkan keuntungan besar baginya dan investornya.Tidak satu pun
jenis bisnis yang ia tangani mendapat kerugian. Ia juga empat kali memimpin
ekspedisi perdagangan untuk Khadijah ke Syiria, Jorash, dan Bahrain di sebelah
timur Semenanjung Arab.
Dalam literatur sejarah disebutkan bahwa
di sekitar masa mudanya, Nabi Saw banyak dilukiskan sebagai Al-Amin atau
Ash-Shiddiq dan bahkan pernah mengikuti pamannya berdagang ke Syiria pada usia
anak-anak, 12 tahun.
Lebih dari dua puluh tahun Nabi Muhammad Saw berkiprah di bidang wirausaha (perdagangan), sehingga beliau dikenal di Yaman, Syiria, Basrah, Iraq, Yordania, dan kota-kota perdagangan di Jazirah Arab. Namun demikian, uraian mendalam tentang pengalaman dan keterampilan dagangnya kurang memperoleh pengamatan selama ini.
Lebih dari dua puluh tahun Nabi Muhammad Saw berkiprah di bidang wirausaha (perdagangan), sehingga beliau dikenal di Yaman, Syiria, Basrah, Iraq, Yordania, dan kota-kota perdagangan di Jazirah Arab. Namun demikian, uraian mendalam tentang pengalaman dan keterampilan dagangnya kurang memperoleh pengamatan selama ini.
Sejak sebelum menjadi mudharib
(fund manager) dari harta Khadijah, ia kerap melakukan lawatan bisnis, seperti
ke kota Busrah di Syiria dan Yaman. Dalam Sirah Halabiyah dikisahkan, ia sempat
melakukan empat lawatan dagang untuk Khadijah, dua ke Habsyah dan dua lagi ke
Jorasy, serta ke Yaman bersama Maisarah. Ia juga melakukan beberapa perlawatan
ke Bahrain dan Abisinia. Perjalanan dagang ke Syiria adalah perjalanan atas
nama Khadijah yang kelima, di samping perjalanannya sendiri- yang
keenam-termasuk perjalanan yang dilakukan bersama pamannya ketika Nabi berusia
12 tahun.
Di pertengahan usia 30-an, ia
banyak terlibat dalam bidang perdagangan seperti kebanyakan pedagang-pedagang
lainnya. Tiga dari perjalanan dagang Nabi setelah menikah, telah dicatat dalam
sejarah: pertama, perjalanan dagang ke Yaman, kedua, ke Najd, dan ketiga ke
Najran. Diceritakan juga bahwa di samping perjalanan-perjalanan tersebut, Nabi
terlibat dalam urusan dagang yang besar, selama musim-musim haji, di festival
dagang Ukaz dan Dzul Majaz. Sedangkan musim lain, Nabi sibuk mengurus
perdagangan grosir pasar-pasar kota Makkah. Dalam menjalankan bisnisnya Nabi
Muhammad jelas menerapkan prinsip-prinsip manajemen yang jitu dan handal
sehingga bisnisnya tetap untung dan tidak pernah merugi.[3]
C.
Implementasi Manajemen Bisnis Muhammad
Saw.
Jauh sebelum Frederick W. Taylor
(1856-1915) dan Henry Fayol mengangkat prinsip manajemen sebagai suatu disiplin
ilmu, Nabi Muhammad Saw. sudah mengimplementasikan nilai-nilai manajemen dalam
kehidupan dan praktek bisnisnya. Ia telah dengan sangat baik mengelola proses,
transaksi, dan hubungan bisnis dengan seluruh elemen bisnis serta pihak yang
terlihat di dalamnya. Bagaimana gambaran beliau mengelola bisnisnya, Prof.
Afzalul Rahman dalam buku Muhammad A Trader, mengungkapkan:
"Muhammad
did his dealing honestly and fairly and never gave his customers to complain.
He always kept his promise and delivered on time the goods of quality mutually
agreed between the parties. He always showed a gread sense of responsibility
and integrity in dealing with other people".
Bahkan dia mengatakan: "His
reputation as an honest and truthful trader was well established while he was
still in his early youth".
Berdasarkan tulisan Afzalurrahman di atas,
dapat diketahui bahwa Nabi Muhammad adalah seorang pedagang yang jujur dan adil
dalam membuat perjanjian bisnis. Ia tidak pernah membuat para pelanggannya
komplen. Dia sering menjaga janjinya dan menyerahkan barang-barang yang di
pesan dengan tepat waktu. Dia senantiasa menunjukkan rasa tanggung jawab yang
besar dan integritas yang tinggi dengan siapapun. Reputasinya sebagai seorang
pedagang yang jujur dan benar telah dikenal luas sejak beliau berusia muda.
Dasar-dasar etika dan menejemen bisnis
tersebut, telah mendapat legitimasi keagamaan setelah beliau diangkat menjadi
Nabi. Prinsip-prinsip etika bisnis yang diwariskan semakin mendapat pembenaran
akademis di penghujung abad ke-20 atau awal abad ke-21. Prinsip bisnis modern,
seperti tujuan pelanggan dan kepuasan konsumen (costumer satisfaction),
pelayanan yang unggul (service exellence), kompetensi, efisiensi, transparansi,
persaingan yang sehat dan kompetitif, semuanya telah menjadi gambaran pribadi,
dan etika bisnis Muhammad Saw ketika ia masih muda.
Pada zamannya, ia menjadi pelopor
perdagangan berdasarkan prinsip kejujuran, transaksi bisnis yang fair, dan
sehat. Ia tak segan-segan mensosialisasikannya dalam bentuk edukasi langsung
dan statemen yang tegas kepada para pedagang. Pada saat beliau menjadi kepala
negara, law enforcement benar-benar ditegakkan kepada para pelaku bisnis nakal.
Beliau pula yang memperkenalkan asas "Facta Sur Servanda" yang kita
kenal sebagai asas utama dalam hukum perdata dan perjanjian. Di tangan para
pihaklah terdapat kekuasaan tertinggi untuk melakukan transaksi, yang dibangun
atas dasar saling setuju "Sesungguhnya
transaksi jual-beli itu (wajib) didasarkan atas saling setuju (ridla)…." Terhadap tindakan penimbunan barang,
beliau dengan tegas menyatakan: "Tidaklah
orang yang menimbun barang (ihtikar) itu, kecuali pasti pembuat kesalahan
(dosa)!!!"
Sebagai debitor, Nabi Muhammad
tidak pernah menunjukkan wanprestasi (default) kepada krediturnya. Ia kerap
membayar sebelum jatuh tempo seperti yang ditunjukkannya atas pinjaman 40
dirham dari Abdullah Ibn Abi Rabi’. Bahkan kerap pengembalian yang diberikan
lebih besar nilainya dari pokok pinjaman, sebagai penghargaan kepada kreditur.
Suatu saat ia pernah meminjam seekor unta yang masih muda, kemudian menyuruh
Abu Rafi’ mengembalikannnya dengan seekor unta bagus yang umurnya tujuh tahun. "Berikan padanya unta tersebut, sebab
orang yang paling utama adalah orang yang menebus utangnya dengan cara yang
paling baik" (HR.Muslim).
Sebagaimana disebut diawal, bahwa
penduduk Makkah sendiri memanggilnya dengan sebutan Al-Shiddiq (jujur) dan
Al-Amin (terpercaya). Sebutan Al-Amin ini diberikan kepada beliau dalam
kapasitasnya sebagai pedagang. Tidak heran jika Khadijah pun menganggapnya
sebagai mitra yang dapat dipercaya dan menguntungkan, sehingga ia mengutusnya
dalam beberapa perjalanan dagang ke berbagai pasar di Utara dan Selatan dengan
modalnya. Ini dilakukan kadang-kadang dengan kontrak biaya (upah), modal
perdagangan, dan kontrak bagi hasil.
Dalam dunia
manajemen, kata benar digunakan oleh Peter Drucker untuk merumuskan makna
efisiensi dan efektivitas. Efisiensi berarti melakukan sesuatu secara benar (do
thing right), sedangkan efektivitas adalah melakukan sesuatu
yang benar (do the right thing).
Efisiensi ditekankan pada penghematan dalam
penggunaan input untuk menghasilkan suatu output tertentu. Upaya ini diwujudkan
melalui penerapan konsep dan teori manajemen yang tepat. Sedangkan efektivitas
ditekankan pada tingkat pencapaian atas tujuan yang diwujudkan melalui
penerapan leadership dan pemilihan strategi yang tepat.
IV.
KESIMPULAN
Rasulullah SAW adalah seorang pebisnis dan pedagang
yang handal. Visi beliau dalam berdagang hanya satu, yaitu: “Bahwa transaksi
bisnis sama sekali tidak ditujukan untuk memupuk kekayaan pribadi, namun justru
untuk membangun kehormatan dan kemuliaan bisnis dengan etika yg tinggi. Adapun
hasil yang didapat harus didistribusikan ke sebanyak mungkin umat.”[4]
Prinsip yang beliau
pegang cukup 3 hal saja, yaitu:
1. Jujur
2. Saling menguntungkan kedua pihak
3. Hanya menjual produk yang bermutu tinggi
Sejumlah hadits yang
memberikan tuntunan perdagangan menunjukkan bahwa Muhammad Saw mengetahui
seluk-beluk bisnis. Beliau memahami strategi supaya perdagangan bisa
berhasil. Beliau mengetahui sifat dan perilaku yang merusak atau menghambat bisnis
perdagangan. Lebih dari itu, Muhammad Saw memahami berbagai hal yang
merusak sistem pasar secara keseluruhan, seperti kecurangan timbangan,
menyembunyikan cacat barang yang dijual, riba, gharar,dan sebagainya. Beliau
telah membuktikan, kesuksesan dalam bisnis dapat dicapai tanpa menggunakan
cara-cara terlarang. Catatan yang menegaskan bahwa Muhammad Saw tetap menekuni dunia
bisnis setelah menikah,
didukung dengan sifat kemandirian beliau yang telah tertanam sejak kecil. Perjalanan karir
Muhammad Saw di bidang
perdagangan dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Pada usia 12 tahun,
Muhammad Saw telah mengenal perdagangan yang dapat diistilahkan dengan magang
(internship).
- - Hal ini terus
dilakukan sampai usia 17 tahun ketika beliau telah mulai membuka usaha
sendiri. Pada usia ini beliau sudah menjadi seorang business manager. Dalam
perkembangan selanjutnya, ketika pemilik modal Makkah mempercayakan pengelolaan
perdagangan mereka kepada Muhammad Saw beliau menjadi seorang investment
manager.
- - Saat berusia 25
tahun dan menikah dengan Khadijah, Muhammad Saw tetap mengelola perdagangannya
sebagai mitra bisnis Khadijah. Dengan demikian beliau termasuk sebagai
business owner .
- - Menginjak usia
30-an, Muhammad Saw menjadi
seorang investor dan mulai memiliki banyak waktu untuk memikirkan kondisi
masyarakat. Pada saat ini Muhammad Saw sudah mencapai apa yang disebut
sebagai kebebasan uang (financial freedom)dan waktu. Sejak itulah beliau
mulai sering menyendiri (tahannuts) ke Gua Hira‟. Hal ini dilakukan hingga mendapat wahyu
pertama pada usia 40 tahun. Periode baru dalam hidup Muhammad
Saw sebagai seorang Nabi dan Rasul dimulai.
V.
PENUTUP
Demikianlah uraian yang dapat saya sampaikan dalam makalah ini. Sebagai manusia biasa, tentunya makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari para
pembaca sangat kami nantikan demi kesempurnaan makalah dimasa yang akan datang.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi saya pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
DARTAR PUSTAKA
·
Antonio,
Muhammad Syafii, Muhammad : the Super Leader Super Manager, ProLM&
Tazkia Publishing, 2009.
[2] Antonio,
Muhammad Syafii, Muhammad: the Super Leader Super Manager, ProLM&
Tazkia Publishing,2009, hal.6
Tidak ada komentar:
Posting Komentar