PEMIKIRAN
FILSAFAT AL-FARABI
I.
Biografi Al-Farabi
Al-Farabi memiliki nama lengkap Abu
Nasr Muhammad bin Muhammad Ibn Jurhan ibn Uzlaq al-Farabi. Beliau dilahirkan di
Wasia sebuah dusun kecil di distrik Kota Farabi Propinsi Transoxiana,
Turkistan, sekitar tahun 257 H. / 890 M.[1] Beliau wafat di Damaskus ,
Syiria pada tahun 339 H/ 950 M.[2] Ayahnya seorang tentara
pemerintah Dinasti Samaniyah keturunan bangsa Persia. Namun keluarga al-Farabi dianggap orang turki. Hal ini karena
mereka berbicara dalam bahasa Sogdalia dan gaya hidup serta kultur budaya
mereka mirip orang turki.[3]
Dari Farab ia kemudian pindah ke
Baghdad belajar pada Abu Bishr Matta Ibn
Yunus dan tinggal di Baghdad selama 20 tahun[4]
dan memusatkan perhatiannya kepada ilmu logika. Ia juga belajar ilmu nahwu (tata
bahasa arab) pada Abu Bakar As-Saraj sebagai imbalan pelajaran logika yang
diberikan oleh Al-Farabi kepadanya.[5]
Sesudah itu ia pindah ke Harran
(Yunani) untuk berguru pada Yuhanna bin Jilan. Namun tidak lama kemudian
kembali ke Baghdad untuk mendalami filsafat. Muridnya yang terkenal pada masa
itu antara lain adalah Yahya bin Ady. [6] Kemudian ia pindah ke Aleppo dan tinggal
di Istana Saif Al-Daulah memusatkan perhatian pada ilmu pengetahuan dan
falsafat.[7]
Disamping itu juga Al-Farabi menguasai bahasa Arab,
Yunani, Turki, Persia dan banyak bahasa lainnya.
Karangan beliau tidak kurang dari 128 buah kitab, yang terbanyak ialah mengenai
filsafat Yunani. Sebagian besar karangan-karangan Al-Farabi terdiri dari ulasan
dan penjelasan terhadap filsafat Aristoteles, Plato dan Galenus, dalam
bidang-bidang logika, fisik dan metafisika.[8]
Di
antara karangan-karangannya adalah :
1.
Aghadlu
Ma Ba’da At-Thabi’ah (Intisari Buku Metafisika)
2.
Al-Jam’u
Baina Ra’yai Al-Hakimain(Mempertemukan Pendapat Kedua Filosof ; Maksudnya Plato
Dan Aristoteles)
3.
Tahsil
As-Sa’adah ( Mencari Kebahagiaan)
4.
‘Uyun
Ul-Masail (Pokok-Pokok Persoalan)
5.
Ara-U
Ahl-Il Madinah Al-Fadilah (Pikiran-Pikiran Penduduk Kota Utama Negeri Utama)
6.
Ih-Sha’u
Al-Ulum(Statistic Ilmu)
Dalam
buku terakhir ini al-Farabi membicarakan macam-macam ilmu dan bagian-bagiannya,
yaitu ilmu bahasa (ilm al-lisan), ilmu mantik,ilmu metematika (at-taalim), ilmu
fisika (al-ilm at-tabi’i), ilmu ketuhanan (al-ilm al-ilahi), ilmu kekotaan
(politik, al-ilm al-madani), ilmu fikih, dan ilmu kalam.
II.
Pokok-pokok Pemikiran filsafat Islam
Filsafat Al-Farabi sebenarnya merupakan
campuran antara filsafat Aristoteles dan Neo-Platonisme.[9] Namun
pemikiran-pemikiran al-Farabi banyak dipengaruhi oleh filsafat Yunani, terutama
Aristoteles, sehingga al-Farbi sering dijuluki “Guru Kedua” setelah
Aristoteles yang dijuluki “Guru Pertama”. Al-Farabi dikenal dengan
sebutan "guru kedua" setelah Aristoteles, karena kemampuannya dalam memahami
Aristoteles yang dikenal sebagai guru pertama dalam ilmu filsafat.
Selain pengaruh filsafat Yunani,
corak pemikiran al-Farabi juga sangat dipengaruhi oleh kondisi social politik
yang mengitari kehidupannya.situasi social politik tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut ;
Pertama, Negara kekhalifahan – Negara sentralistik – telah menjadi sekedar
nama, karena saat itu telah berdiri Negara-negara dan kekuasaan-kekuasaan
independen, seperti al-Samaniyun, di Khurasan, Buwaihiyun di Persi dan Irak,
Hamadiun di Halab dan Akhsyadunia, Fatimiyun di Mesir di samping daerah Maghribi
dan Andalusia yang telah memisahkan diri sejak awal.
Kedua, imperium Arab Islam telah terpecah-pecah menjadi Negara-negara
yang sering bersaing dan berselisih satu sama lain sebagai akibat dari
banyaknya madzhab, kelompok dan golongan serta beragamnya pemikiran dan
pendapat.
Ketiga, periode ini merupakan puncak perlawanan dinsati-dinasti Syi’ah,
yakni Buwaihiyah dan Hamdaniyyah melawan khalifah yang hanya sekedar institusi
semata.
Dengan
kata lain, al-Farabi hidup dalam situasi yang ditandai dengan adanya keretakan
baik dalam wilayah pemikiran, politik maupun social, sehingga persoalan
mendasar yang ia hadapi adalah bagaimana mengembalikan keutuhan pemikiran dan
social tersebut. Sehingga semua karya al-Farabi terdapat seruan untuk memulihkan
kembali persatuan pemikiran dan masyarakat.[10]
Al-Farabi hidup pada daerah otonomi di bawah pemerintahan Sayf al
Dawla dan di zaman pemerintahan dinasti Abbasiyyah, yang berbentuk Monarki yang
dipimpin oleh seorang Khalifah Ia lahir dimasa kepemimpinan Khalifah Mu’tamid
(869-892 M) dan meninggal pada masa pemerintahan Khalifah Al-Muthi’ (946-974 M)
dimana periode tersebut dianggap sebagai periode yang paling kacau karena
ketiadaan kestabilan politik. [11]
Isu-isu penting dalam falsafatnya :
1.
Falsafat
Emanasi / Pancaran
Dengan falsafat ini
al-Farabi mencoba menjelaskan bagaimana yang banyak bisa timbul dari Yang Satu.
Tuhan bersifat Maha Satu, tidak berubah, jauh dari materi, jauh dari arti
banyak, Maha Sempurna dan tidak berhajat pada apapun. Kalau demikian hakekat
sifat Tuhan, bagaimana terjadinya alam materi yang banyak ini dari yang Maha
Satu? Menurut al-Farabi alam terjadi dengan cara Emanasi.[12]
Menurut teori Emanasi,
Tuhan adalah pikiran yang bukan berupa benda. Ia mengatakan bahawa segala
sesuatu keluar dari Tuhan, karena Tuhan mengetahui Dzat-Nya dan mengetahui
bahwa ia menjadi dasar susunan wujud yang sebaik-baiknya. Jadi ilmu-Nya menjadi
sebab bagi semua wujud yang diketahui-Nya. [13]
Tuhan sebagai akal,
berpikir tentang diri- Nya, dan dari pemikiran ini timbul suatu maujud lain.
Tuhan merupakan wujud pertama dan dengan pemikiran itu timbul wujud kedua yang
juga mempunyai subtansi. Ia disebut akal pertama yang tak bersifat materi.
Wujud kedua ini berfikir tentang wujud pertama dan dari pemikiran ini timbullah
wujud ketiga di sebut akal kedua. Wujud II atau akal pertama berfikir tentang
dirinya dari situ timbullah langit pertama.
Pada pikiran wujud XI /
akal kesepuluh, berhentilah terjadinya atau timbulnya akal-akal. Tetapi dari
akal kesepuluh muncullah bumi serta roh-roh dan materi pertama yang menjadi
dasar dari keempat unsure ; api, udara, tanah, dan air.[14]
2.
Falsafat
Politik
Dalam bidang
politik, al-Farabi mengangan-angankan sebuah kota utama
( Ara’ Ahl al –Madinah al- Fadilah), yaitu
kota nalar, harmoni, persaudaraan dan keadilan, sebagai tempat menanamkan
seluruh ilmu pengetahuan, khususnya ilmu pengetahuan nasional.
Pemikiran
filsafat politik al-Farabi memiliki kaitan erat dengan upaya al-Farabi dalam
memulihkan persatuan dan pemikiran dan masyarakat. Upaya memulihkan persatuan
pemikiran ini dilakukan al-Farabi dengan cara mengadopsi “akal universal” yang
berasal dari filsafat Yunani. Dalam hal ini, al-Farabi menegaskan bahwa
perbedaan antara agama dan falsafat hanya dalam wilayah medium pengungkapannya.
Agama mengambil metode dialektis dan retoris. Sementara filsafat mengambil
metode demonstratif. Dengan cara demikian, al-Farabi merasa dapat mereduksi
perlawanan dan konflik yang berlangsung antara filsafat dan agama dengan
pertimbangan bahwa apa yang dikatakan agama adalah alegori dari apa yang
dikatakan filsafat[15]
3.
Logika
Dalam bidang
logika al-Farabi merupakan filosof muslim pertama yang memperkenalkan logika ke
dalam kebudayaan arab. Logika disusun berdasarkan penalaran-penalaran rasional
sebagai hasil dari aktivitas akal.
Menurut al-Farabi ada lima aktivitas akal; yakni membuat ungkapan-ungkapan
argumentative (burhaniyah), pernyataan dialektis (alaqawil al-jadaliyah),
pernyataan shopis(al-aqawil al-sufsutaiyah), pernyataan retorik (al-aqwal al-
syi’riyah). Dan seluruh ungkapan itu dibangun dari qiyasat dibentuk dari premis
atau ungkapan dan premis dibentuk dari satu kategori atau beberapa kategori.[16]
4.
Klasifikasi
Ilmu
Dalam risalah
“perincian ilmu-ilmu” al-Farabi melakukan survey terhadap seluruh bidang ilmu
yang dikenal pada masanya. Bidang-bidang ini diklasifikasikan kepada delapan
rubric, yaitu ; linguistic, logika, matematika, fisika, metematika, politik,
yuridis dan teologis.
Al-Farabi kemudian
mengklasifikasikan ilmu pengetahuan sebagai berikut;
Pertama, ilmu
bahasa (syntaksis, gramatika, pengucapan dan aturan puisi)
Kedua, logika (
pembagian, definisi, dan komposisi gagasan sederhana)
Ketiga, sains
persiapan mencakup Aritmatika (praktis dan teoritis), geometri (praktis dan
teoritis), optika, sains tentang langit ( atrologi. Gerak dan sosok benda-benda
langit), music (paktis maupun teoritis), dll.
Keempat, fisika
(sains kealaman) dan metafisika (sains yang berhubungan dengan Tuhan dan prinsip
benda-benda ilmu kemasyarakatan)[17]
5.
Akal
Pernyataan
al-Farabi bahwa tujuan utama dirumuskannya logika adalah bagaimana bisa
berpegang kepada Burhan. Dengan berkata demikian, al-Farabi hendak melampui
wacana teologis yang bersifat dialektis-shopis dan wacana irfan, yaitu wacana
ketersingkiran akal yang keduanya menurutnya menjadi biang keladi terjadinya
kekacauan pemikiran dalam masyarakat. Sehingga ia beralih kepada wacana “akal
universal”.[18]
III.
Kesimpulan
·
Al-Farabi
memiliki nama lengkap Abu Nasr Muhammad bin Muhammad Ibn Jurhan ibn Uzlaq
al-Farabi. Beliau dilahirkan di Wasia sebuah dusun kecil di distrik Kota Farabi
Propinsi Transoxiana, Turkistan, sekitar tahun 257 H. / 890 M.[19] Beliau wafat di Damaskus , Syiria pada
tahun 339
H/ 950 M.
·
Di
antara karangan-karangannya adalah :
Aghadlu
Ma Ba’da At-Thabi’ah,, Al-Jam’u Baina Ra’yai Al-Hakimain, Tahsil As-Sa’adah, ‘Uyun
Ul-Masail,, Ara-U Ahl-Il Madinah Al-Fadilah,, Ih-Sha’u Al-Ulum(Statistic Ilmu).
·
Isu-isu
penting dalam falsafatnya :
Falsafat
Emanasi / Pancaran, falsafat politik, logika, klasifikassi ilmu akal.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution, Harun, Falsafat Dan
Mistisisme Dalam Islam, (Jakarta : Pt Bulan Bintang), 1992
Sudarsono, Filsafat Islam,
(Jakarta : Rineka Cipta) 1997
Supena, Ilyas, Pengantar Filsafat
Islam, (Semarang : Walisongo Pers), 2010
[1] Ilyas
Supena, Pengantar Filsafat Islam, (Semarang : Walisongo Pers, 2010),
Hal. 85
[2] Harun
Nasution, Falsafat Dan Mistisisme Dalam Islam, (Jakarta : Pt Bulan
Bintang,1992), Hal.26
[3]Ilyas
Supena, Pengantar Filsafat Islam, (Semarang : Walisongo Pers, 2010),
Hal. 85
[4] Harun
Nasution, Falsafat Dan Mistisisme Dalam Islam, (Jakarta : Pt Bulan
Bintang,1992), Hal.26
[5] Sudarsono,
Filsafat Islam, (Jakarta : Rineka Cipta, 1997), Hal.30
[6] Ibid,
Hal.31
[7] Opcit,
Harun Nasution, Hal. 26
[8] Opcit,
Sudarsono Hal. 31
[9] Ibid,
Hal.32
[10] Opcit,
Ilyas Supena, Hal. 86-87
[11] Http://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Al-Farabi,
Tgl. Akses 21-04-2013
[12] Opcit,
Harun Nasution, Hal 27
[13] Opcit
Ilyas Supena, Hal.95
[14] Harun
Nasution, Falsafat Dan Mistisisme Dalam Islam, (Jakarta : Pt Bulan
Bintang,1992), Hal.28
[15] Ilyas
Supena, Pengantar Filsafat Islam, (Semarang : Walisongo Pers, 2010),
Hal. 87-88
[16] Ibid,Hal.
89
[17] Ibid,
Hal.90-92
[18] Ibid,
Hal.92
[19] Ilyas
Supena, Pengantar Filsafat Islam, (Semarang : Walisongo Pers, 2010),
Hal. 85